Wednesday, August 22, 2007

Machiavelli vs Covey

Membahas teori2 Machiaveli memang sangat menarik. Bagi saya pribadi,
membaca buku "The Prince" - nya Machiaveli (Sang Pangeran untuk versi
Indonesianya), banyak memberikan paradigma baru mengenai cara pandang para
pemain politik baik itu di level negara maupun perusahaan. Dan membaca buku
"Mafia Manajer" karangan "V" mungkin dapat lebih memperkaya ide-ide
implementasi teori Machiaveli di dunia kerja.
Kalau menurut saya sebenarnya banyak persamaan antara teori Sun Tzu dengan
Machiaveli namun memang, Machiaveli menyajikan dengan begitu gamblang,
lugas, dan relatif kasar, karena memang itulah kondisi yang terjadi
sebenarnya dan teori Machiaveli lebih "down to earth".
Musuh utama dari Teori dasar Machiaveli adalah Integritas (bagian dari habit
be proactive)-nya Steven Covey. Kalau pertanyaannya cara mana yang sebaiknya
ditempuh ? itu berpulang kepada moral (dan tingginya penghayatan nilai
keagamaan) orang tersebut. Namun bila ditanya mana yang lebih berhasil di
lapangan atau di dunia perkantoran, kemungkinan berimbang.
Contohnya adalah seorang sales asuransi bisa menjual asuransi-nya dengan dua
cara :
1. Dengan menjadi orang yang sangat terpercaya (Abraham Lincon mengatakan
bahwa untuk bisa menjual sesuatu kepada orang lain adalah dengan menjadi
teman terbaik dari si calon pembeli atau menjadi orang yang sangat bisa
dipercaya).
Si pembeli akan berkata : "Hmm kalau kamu yang jual, saya percaya deh.
Selama ini sih kamu nggak pernah bohong." That's Integrity (untuk point ini
ada beberapa teman saya yang saya recommend untuk menjual asuransi padahal
dia tidak pandai bicara, dan tidak pintar nego dll, namun dia jujur luar
biasa dan terbukti cukup sukses dan akhirnya dia juga belajar skill-skill
penjualan yang saya lihat dalam kapasitas melengkapi Integrity-nya, bukan
sebaliknya).
2. Dengan menjadi orang yang jago dalam persuasi, presentasi dan negosiasi.
Terlepas dari yang diceritakannya bohong (membesar-besarkan keunggulan
produknya / track recordnya) atau tidak maka si pembeli akan sangat
terpengaruh untuk membelinya. Si penjual model ini akan memanfaatkan
kelemahan-kelemahan manusia untuk dapat menjual produknya, seperti keraguan
: "ini hari terakhir kita discount" padahal besok nya masih discount,
ketakutan : "semua orang sudah pakai produk kita bahkan atasan bapak juga
bahkan tetangga bapak, kalau kehabisan, stock berikutnya masih 2 bulan lagi,
gimana pak ?"
Si pembeli akan berpikir : "Dari pada kehabisan atau kesalahan, beli aja
deh."
Contoh di atas memberikan hasil yang sama : "Calon pembeli akhirnya menjadi
pembeli."
Pembedanya : Penjual yang pertama akan lebih langgeng, yang kedua hanya
sesaat. Pertanyaannya menjadi : mau pilih yang mana ?
Jawabannya : Tergantung kebutuhan. Bila yang dijual adalah retail, dan butuh
hubungan jangka panjang, maka metoda Covey lah jawabannya. Namun bila yang
dijual adalah transaksi 100 M ke atas, maka cara kedua adalah pilihannya.
Yang penting transaksi sudah berhasil, 100 M sudah ditangan keuntungan
bersih 10 M, jadi kepercayaan is not important anymore, toh saya sudah bisa
hidup lumayan bertahun-tahun.
Hehehe....tolong jawaban tersebut itu jangan ikuti, karena jawabannya itu
sendiri sudah Machiavelis sekali.
Kalau kita pernah menjalankan suatu organisasi sebagai pimpinan, pasti kita
juga sadar bahwa untuk department tertentu kita butuh orang-orang
berintegritas tinggi ala Integritas-nya Covey, namun untuk bagian tertentu
lain kita sangat memerlukan Machiavelian sejati, dan kita pasti juga butuh
yang berintegritas dan sekaligus berwawasan machiavelis (pasti ini kader
pengganti anda berikutnya).
Mestinya yang paling efektif adalah menjadi manusia berintegritas ala Covey,
namun menguasai strategi 2x politik ala Machiaveli sehingga mampu
mengantisipasi serangan-serangan dari pihak yang tidak memiliki integritas
dan mampu melancarkan strategi terbaik (apapun itu) bila diperlukan.
"Lebih baik ditakuti daripada dihormati dan Gunakan segala cara untuk
mendapatkan tujuan." Itu kata Machiaveli. Dan slogan itu pula yang digunakan
oleh Bos Mafia (Paul Newman) dalam Film Tom Hanks "Road to Predition". Si
Paul Newman mengatakan kepada Tom Hanks di Film itu : "Kau tau kan bahwa
bisnis kita (bisnis mafia) adalah bisnis yang paling efektif, tapi kau pasti
juga tau bahwa kita yang menjalankan bisnis ini adalah orang-orang yang
sudah berjanji untuk tidak pernah melihat surga." Di dunia kerja sih nggak
seseram itu, tapi itulah kurang lebih gambaran extrimnya.
Catatan lain : Napoleon Bonaparte mempunyai buku favorite yaitu "The Prince"
- nya Machiaveli yang katanya selalu ada di bantalnya, dan Napoleon
Bonaparte adalah idolanya Bill Gates.

Ashari Abidin


-----------------
"The Prince" hanyalah salah satu karya Machiavelli yang banyak
dikutip oleh para ahli politik realis, bahwa seorang pemimpin negara
ketika memimpin negara tidaklah perlu terlalu berbelas kasihan pada
rakyatnya (namun cukup berbelas kasihan secukupnya) namun harus
berpegang pada kepentingan negara (supaya negara bisa survive)
sehingga ketika harus berlaku kejam supaya negara survive, maka
lakukanlah. Machiavelli juga melakukan analisis sejarah mendetail
dalam "The Art of War" yang merupakan buku sejarah yang bagus. Pada
kenyataannya, ketika Machiavelli meniti karir politiknya di Florence
dia tidak melakukan prinsip-prinsip yang ditulisnya dalam buku "The
Prince", namun dia sesungguhnya menitinya dengan cukup bersih.
Prinsip-prinsip dalam buku "The Prince" dia tulis karena dia melihat
kehancuran politisi populer di kotanya yang idealis dan moralis
karena tidak menguasai ilmu siasat dan ilmu militer dan dia
merindukan kestabilan politik di semenanjung Italia (saat itu Italia
tidak bersatu melainkan terpecah-pecah menjadi banyak negara-negara
kota yang dapat saling berperang satu sama lain) yang dia lihat
tercermin dari tindakan Cesare Bougaire yang hendak mempersatukan
Italia (menjadi Romawi baru) dan tindakan Keluarga Medici yang
menguasai kota Florence. Dia melihat bahwa untuk bisa survive dalam
kondisi saat itu, negara kota di Italia haruslah dipimpin oleh
seorang diktator. Kalau bisa, diktator itu adalah diktator yang
bijak. Sebagaimana perkataan Nurcholish Madjid, "Cukuplah bagi kita
seorang diktator yang bijak, jika kita tidak bisa membangun
pemerintahan yang demokratis". Toh Mahathir Muhammad juga adalah
seorang diktator yang bijak, 'kan ?
Wassalam.

(Seno "Avicenna" Pradono)
"Niccolo Machiavelli was born on May 3, 1469 in
Florence, Italy. He was a political philosopher and
diplomat during the Renaissance, and best known for
his famous work, "The Prince" (1513)."

2 Comments:

At May 9, 2008 at 7:16 PM , Blogger ashari said...

Good story

 
At October 6, 2018 at 2:31 PM , Blogger stenote said...

Pandangan yang manarik... Blog yang menarik.... semoga terus berkemabng... Saya ingin berbagi wawancara dengan Niccolo Machiavelli (imajiner) di http://stenote-berkata.blogspot.hk/2018/02/wawancara-dengan-niccolo.html

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home